Multaqa Nasional VII Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar di Gelar di NTB

    Multaqa Nasional VII Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar di Gelar di NTB

    Mataram NTB  - Sebanyak 350 alumni Al-Azhar Mesir yang tergabung dalam Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Indonesia dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul dalam perhelatan Multaqa Nasional VII di Mataram, 18-20 Maret 2022. Multaqa kali ini mengambil tema "Mempromosikan Nilai-Nilai Wasathiyyah Islam untuk Mendorong Capaian Kinerja Pembangunan Berkelanjutan; Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan".

    Ketua Panitia Multaqa Nasional VII OIAA Indonesia, TGH Fauzan Zakaria Lc MSi mengatakan, acara Multaqa ini sebagai wadah semua anggota OIAA Indonesia untuk berkumpul, dan program kerja keummatan.

    Adapun hadir sejumlah pakar dari berbagai bidang keilmuan, antara lain TGB Dr. Muhammad Zainul Majdi, (Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Ashar Cabang Indonesia yang juga Wakil Komisaris Utama Bank Syariah Indonesia), Prof. Dr. Ibrahim al-Hud Hud (Mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir), Erick Tohir (Meneg BUMN), H. Hery Gunardi (Dirut Bank Syariah Indonesia), Prof. Irwan Trinugroho (Pakar Bidang Green Economics dari UNS), Dr. Yuli Yasin (Badan Wakaf Indonesia) dan Prof. Dr. H. Masnun Tahir (Rektor Universitas Islam Negeri Mataram).

    "Setelah dibuka dan berdiskusi, Multaqa 2022 menyimpulkan tujuh point, " ujar pria yang akrab disapa TGF ini.

    Adapun point yang pertama, Alumni Al-Azhar menegaskan kembali komitmen bersama dalam meneguhkan wasathiyyah Islam sebagai manhaj dan karakter ajaran Islam yang mengedepankan aspek keseimbangan (al-tawazun), keadilan (al-adaalah), kemaslahatan umum (al-mashlahah) dan keberlanjutan (al-istidâmah) dalam seluruh sektor kehidupan. 

    Oleh karenanya, alumni Al-Azhar mendukung program penguatan Moderasi Beragama yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, sebagai salah satu ikhtiar dalam menciptakan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara yang rukun, damai dan harmonis. 

    Sedangkan point kedua, narasi wasathiyyah Islam dan penguatan moderasi beragama tidak boleh hanya berkutat pada isu kekerasan atas nama agama, intoleransi dan ekstremisme beragama serta meluruskan kesalahpahaman terhadap teks-teks keagamaan yang mengakibatkan sikap ekstrem dalam beragama. 

    Namun, juga mencakup seluruh aspek kehidupan. Antaranya dengan membangun sikap seimbang dan berkeadilan yang berorientasi pada kemaslahatan umum di seluruh sektor kehidupan; ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan dan sebagainya. Seperti halnya terjadi dalam kehidupan beragama, sikap ekstrem juga dapat terjadi pada cara pandang, sikap dan praktik kehidupan ekonomi, social, politik, budaya dan sebagainya.

    Kemudian point ketiga, Bumi dan seisinya, dengan segala sumber daya yang ada padanya, adalah amanah dari Allah Swt (QS. Al-Ahzab: 72) yang harus dijaga dan dipelihara agar kebaikannya dapat dimanfaatkan oleh seluruh umat manusia, bahkan oleh makhluk lainnya (binatang dan tumbuh-tumbuhan), secara berkelanjutan dari satu generasi ke generasi berikutnya. 

    Karenanya, dalam menjalankan fungsi mengelola dan memakmurkan bumi (`imaaratul ardh), manusia memiliki tanggungjawab memastikan terjadinya keseimbangan ekosistem dan keadilan sosial sehingga pembangunan untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia dapat berkelanjutan. 

    Point keempat, sistem dan praktek ekonomi yang memperlebar jurang kesenjangan antara kaya dan miskin, dan eksploitasi atau pemanfaatan sumber daya yang tidak memperhatikan daya dukung keberlanjutan ekosistem pembangunan sangat bertentangan dengan wasathiyyah Islam, karena menunjukkan tindak prilaku ekstrem dalam mengekploitasi lingkungan.

    Kemudian kelima, untuk memastikan pembangunan berkelanjutan, para alumni Al-Azhar diharapakan dapat berkontribusi dalam dua hal. Pertama, penyediaan lapangan kerja dan jenis usaha baru. Kedua, penyusunan road map (peta jalan) Indonesia dalam bentuk intervensi kebijakan yang bisa memastikan terwujudnya kesejahteraan umat. 

    Point keenam menjelaskan, dalam menyikapi melambungnya harga bahan kebutuhan pokok akibat praktek ekonomi yang tidak memperhatikan aspek kemaslahatan umum dan bertentangan dengan wasathiyyah Islam, para alumni Al-Azhar meminta kepada Pemerintah agar Menjamin ketersediaan pangan. Terutama bahan-bahan kebutuhan pokok. 

    "Dalam fiqih Islam, kebijakan pemerintah harus berpihak kepada kepentingan dan kamaslahatan umum (tasharrufu al-râ`i/al-imam `alâ al-ra`iyyah manûthun bil mashlahah). Rasulullah Saw dan para sahabatnya memberi keteladanan dalam mengendalikan harga dengan melakukan pengawasan pasar secara langsung dan menegur keras orang yang melakukan praktif ekonomi manipulatif (laysa minna man ghassyanâ), " jelas TGH Fauzan.

    Selanjutnya kata TGH Fauzan, bertindak tegas terhadap para pelaku praktek ekonomi yang memonopoli dengan cara menimbun barang dan menjualnya dengan harga tinggi di saat masyarakat sedang membutuhkan. Dalam Fiqih Islam, ini dikategorikan sebagai ihtikâr yang hukumnya "Haram". 

    Para ulama fiqih dari seluruh mazhab pun kata pimpinan Ponpes Al-Madani Lombok Timur ini, sudah bersepakat haram hukumnya menimbun dan memonopoli barang karena membuat orang banyak susah dan menderita. Di situ ada unsur merugikan dan menzalimi orang lain, sehingga masuk kategori harta yang diperoleh secara batil.

    "Rasulullah bersabda "Pelaku praktik monopoli (dalam ekonomi) adalah pendosa, " jelasnya. 

    Kemudian terakhir point ketujuh, demi menyukseskan Presidensi Indonesia dalam forum G20, para peserta Multaqa Nasional mendukung penuh Pemerintah Indonesia. Sehubungan dengan itu, sesuai dengan nilai-nilai wasathiyah Islam, para alumni Al-Azhar berharap pemerintah dan para pemangku kepentingan dapat memastikan terwujudnya prinsip keseimbangan, keadilan, kemaslahatan dan keberlanjutan dalam program-program pembangunan.

    Sedangkan di satu sisi, para peserta Multaqa Nasional menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA), Cabang Indonesia, Dr. TGB Muhammad Zainul Majdi dan seluruh pihak yang membantu kesuksesan Multaqa. Terutama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Bank Syariah Indonesia (BSI), Baznas Provinsi NTB, UIN Mataram, Bank NTB, dan pihak terkait lainnya.

    "Multaqa Nasional di Mataram NTB memang luar biasa, " cetus salah satu anggota OIAA, TGH Bahrain. 

    Sementara itu, Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, TGB Muhammad Zainul Majdi mengingatkan afar para alumni harus terus meneguhkan moderasi beragama.

    “Agar keberagaman di Indonesia dan keislaman selalu bermuara pada hubungan kebangsaan dan keindonesiaan, ” pesannya. 

    Sebagaimana dijelaskan oleh Grand Syeikh Al Azhar, Prof. Muhammad Ahmad At-Tayyeb, bahwa negara bukan sekadar sejumput tanah. Negara adalah peradaban, budaya, agama, manusia, dan seluruh kebaikan, baik diatas bumi maupun didalam perut bumi.

    “Maka kita harus selalu berjuang membela negara dimanapun kita berada, ” pesan TGB, yang juga Wakil Komisaris Utama Bank Syariah Indonesia itu. 

    "Maka Kita harus selalu berjuang membela Negara, dimanapun kita berada, " katanya menambahkan.(Adbravo)

    Mataram
    Syafruddin Adi

    Syafruddin Adi

    Artikel Sebelumnya

    MotoGP Mandalika, Menabuh Genderang Kebangkitan...

    Artikel Berikutnya

    Konsisten Satu Komando 2024 Ikut Jokowi,...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Hendri Kampai: Kampung Tematik Produktif, Langkah Menuju Kemandirian Ekonomi Nasional
    Hendri Kampai: Ojek Online Milik Negara, Bayar Aplikasi Pakai Pajak Penghasilan!
    Hendri Kampai: Penjara, Sekolah Kehidupan bagi Si Tukang Nyasar
    Hendri Kampai: Menteri Pertanian Bukan Sekedar Jabatan, Tapi Tantangan Untuk Menyejahterakan Petani

    Ikuti Kami